Sunday, August 14, 2022

Dua Hal yang Kami Jaga: Berkata Kasar dan Sikap Tak Sopan


Di depan rumah saya terdapat kantor RW, tempat yang asyik untuk ngobrol-ngobrol para bapak-bapak, tempat posyandu para ibu-ibu, dan tempat nongkrong serta mabar (main bareng game online) bagi anak-anak. Letaknya yang di samping masjid menjadikan kantor RW semacam pusat dari kegiatan di lingkungan saya. Plusnya di depan rumah jadi aman dan ramai karena di kantor tersebut menjadi pangkalan bagi tenaga keamanan yang standby menjaga lingkungan, sehingga seakan menjadi penjaga rumah kami juga hehe. Namun negatifnya ada pada saat anak-anak nongkrong. Bisa dipastikan, mayoritas anak-anak tersebut ngobrol dan bercanda-canda serta komunikasi selama mabar bukan dengan bahasa-bahasa baku, atau bahasa halus selayaknya antara anak kepada orangtua atau gurunya. Mereka menggunakan bahasa-bahasa kasar yang menjadi menu ucapan mereka sehari-hari. 

Sebut saja rupa-rupa ungkapan kasar yang bisa ditemui sehari-hari, hampir pasti ada di kantor RW tersebut. Kami tentu tidak bisa menyalahkan karena tidak bisa bertindak secara langsung, mungkin paling jauh ketika ada Ibu saya mendengar langsung maka akan langsung dihardik. Maklum beliau guru BP di sekolahnya, jadi nalurinya sudah otomatis terbentuk menemukan anak-anak macam tak tahu sekolah mulutnya.

Nah, di sinilah salah satu faktor paling berat menurut saya terhadap pengasuhan anak kami. Bayangkan ketika asik bermain balon di ruang tamu, tiba-tiba terdengar dengan keras kata-kata "hewan najis berkaki empat". Atau dasar "tidak pintar". Hingga membentak-bentak antar mereka, yang mungkin saja tarafnya sudah nyaris baku hantam. Saya yakin ketika anak-anak tersebut mengucap kata-kata itu, anak saya mendengar. Mending kalau hanya sekedar mendengar, kalau mencerna dan disimpan di memorinya? Suatu saat kata tersebut bisa saja muncul tanpa tedeng aling-aling. Contohnya ketika tak ada angin dan hujan anak saya menjawab ucapan ibunya dengan kata-kata "hewan najis berkaki empat yang suka di kubangan". Langsung naik lah emosi kami saat mendengarnya. Dari mana anak ini dengar? Padahal tontonan dia kami sangat jaga, bahkan kata-kata "anjing" di film kartun telah kami selalu sounding untuk menyebutnya dengan kata-kata "bingo", salah satu karakter di film kartun yang kadang dia tonton.

Begitu pula dengan sikap tak sopan yang berusaha dijaga, di mana paling penting adalah dengan mencontohkan sikap yang lembut dan baik hati secara langsung. Ucapan maaf, terimakasih, tolong sudah kami biasakan sejak dia masih bayi hingga sekarang. Nada bicara selalu kami arahkan untuk jangan tinggi-tinggi, emosi kami redam dengan menyuruh dia istigfar sambil mengurut dada. Memang satu dua kali dia lepas kontrol, tetapi setelah itu kami biasanya langsung berbicara dengan dia dengan memegang tangannya. Kemudian berakhir dengan saling bermaafan dan berpelukan.

Dua hal ini yang saya rasa bisa kami lihat hasilnya, terutama bila melihat tingkah dia dengan anak-anak lain. Bukan membangga-banggakan anak kami, hanya sekedar untuk melihat bagaimana anak lain bersikap dan bersosialisasi, untuk kemudian kami jadikan catatan untuk ke depannya demi masa depan anak saya yang lebih baik.

Demikian.

Thursday, August 11, 2022

Nida Melalui PAUD Dua Minggu Lebih



Sudah dua minggu lebih Nida mengikuti sekolah PAUD. Masuk jam 9 pagi sudah beranjak menjadi rutinitas yang mana memang itu menjadi target kami sebagai orangtua mengikutkan dia ke sekolah berbasis quran tersebut (karena namanya PAUDQ, alfabet Q terakhir berarti Quran).

Berbagai aktivitas Nida lakoni, mulai dari bermain bersama teman-temannya (seperti brick/lego-legoan, dan donat susun), mewarnai, hafalan surat pendek, membaca huruf hijaiyah, sampai dengan aktivitas favoritnya yaitu olahraga (berbentuk lempar basket ke dalam ring) dan menyanyi. Sampai saat ini sudah ada beberapa lagu yang dia hafalkan, satu hal yang sangat saya syukuri karena paling tidak ada lagu-lagu anak-anak Islami yang dia lantunkan selain lagu-lagu dari kartun Baby Bus.

Meskipun terkesan monoton karena dari minggu ke minggu sepertinya aktivitas sama, paling tidak Nida bisa beraktivitas bersama-sama dengan teman-temannya, dengan pengawasan yang minimal dari orangtua. Artinya Nida sudah bisa ditinggal selama kegiatan PAUD berlangsung, dan dijemput ketika jelang kelas usai. Menurut saya ini penting karena tidak selamanya kita sebagai orangtua bisa mengawasi dia, terlebih saat ini dia masih menjadi anak tunggal. Kami harus mempersiapkan kemandirian dia sebagai kakak, karena kelak (mudah-mudahana) akan segera launching adik-adiknya Nida. Selain itu ada beberapa sikap positif yang dia bawa dari PAUD, yakni teladan yang dicontoh dari guru-gurunya. Misalkan tentang kesopanan, kepatuhan, dan disiplin. Bila sifat kerasnya muncul, maka kami akan mengingatkan Nida tentang nasihat untuk bersifat lembut agar memiliki banyak teman.

Mudah-mudahan progres positif ini terus berlangsung, sehingga kami sebagai orangtua bisa bersinergi dengan gurunya dalam mendidik Nida, tentu dengan nilai-nilai keislaman. Semoga.

Thursday, July 28, 2022

Beranjak 4 Tahun, Ilmu Parenting yang Begitu-begitu Saja, dan Orang Ketiga


Tanggal 25 Juli 2022 kemarin Nida berulang tahun keempat. Semakin lucu, cerdas, banyak tingkah (positif), dan menurut saya perlu untuk disikapi dengan tepat.

Contoh kecil, ketika dia sedang bersandiwara menjadi seorang pemadam kebakaran (karena sedang senang menonton serial kartun Baby Bus episode pemadam kebakaran). Saya harus bisa mengimbangi dengan memanggil dia Nida Pemadam, dan seakan-akan menganggap dia seorang pemadam yang handal, kemudian berpura-pura terdapat satu kebakaran di suatu tempat tertentu lalu meminta bantuan Nida Pemadam.

Berbagai kelucuan, kebahagiaan, kekesalan (saat dia ngambek), sampai kepada kekhawatiran mengenai pola asuh saya sebagai bapak menjadikan diri ini seakan memerlukan tambahan asupan ilmu parenting yang baik dan harus makin berkembang. Di satu sisi, saya merasa perlu mendapatkan ilmu-ilmu baru, tapi di sisi lain ada pemikiran saya yang menganggap bahwa di usia inilah diperlukan satu bimbingan lain dari pihak eksternal agar Nida makin bisa berkembang, terutama dalam hal interaksi dengan orang lain. Sejak kecil dia sudah dibiasakan untuk hal-hal yang baik, seperti shalat, berdoa dalam tiap kesempatan, menggunakan tiga kata sakti (maaf, terimakasih, tolong), membatasi tontonan dan gadget, serta perilaku lain yang alhamdulillah mendapat dukungan dari video-video yang kami memang filter khusus untuk dia seperti tayangan Riko the Series, Nussa Rara, hingga kartun buatan barat seperti Baby Bus, Cocomelon, dll yang mengajarkan adab-adab dalam berperilaku. Nah di usia 4 tahun inilah menurut saya cocok untuk mulai menunjukkan eksistensinya pada dunia di sekitar.

Oleh karena itu, berdasarkan kesepakatan dengan ibunya, saya berkeputusan untuk melibatkan "orang ketiga" dalam pengasuhan Nida. Dengan kata lain, dia saya masukkan ke PAUD dekat rumah, yang telah melalui beberapa seleksi sederhana seperti dekat dari tempat tinggal, mengajarkan tentang keislaman, dan mengenal staf-staf pengajarnya. Bahkan istri saya sempat observasi dengan mengajak Nida langsung untuk mencoba bersekolah di dua tempat berbeda. Menariknya, setelah observasi tersebut kami menanyakan langsung kepada Nida tentang pilihannya untuk bersekolah di mana dan mendapat jawaban sama dengan Ibunya. Jadilah akhirnya Nida bersekolah PAUD, yang memecahkan sedikit masalah mengenai kekhawatiran saya dalam pendidikan Nida yang semakin beranjak besar dan pintar.

Nida anakku, jadilah anak shalihah dan berbakti, meski dengan berbagai kekurangan kami sebagai orangtuamu. Bertumbuh besarlah dengan bahagia, hadapi dunia bersama kami yang insyaAllah sekuat tenaga akan mendukungmu. Semoga Allah SWT memberkahi dan memberikan kelancaran. Amin.